Mengenai Saya

Foto saya
Saya orang yang teguh dengan pendirian, tidak mudah putus asa, dan cinta keindahan.

Rabu, 28 Desember 2011

SIKAP BAHASA


SIKAP BAHASA
A.    Pengertian Sikap Bahasa
Sikap dalam bahasa Indonesia mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian (Chaer, 2004 : 149). Menurut Rokeach dalam (Sumarsono, 2002  : 36) sikap bukan sesuatu yang menjadi sesaat, melainkan sesuatu yang berlangsung dalam jangka relatif lama. Sikap adalah jaringan keyakinan (kognisi) dan nilai yang memberikan kepada seseorang untuk berbuat atau bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu yang disenanginya.
Lambert (1967 : 91- 102) dalam Chaer (2004 : 150) menyatakan bahwa sikap itu terdiri atas tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berpikir. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan. Berdasarkan ketiga komponen inilah orang biasanya msencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya.
Sikap bahasa (language attitude)
Menurut Anderson (1974 : 37) dalam Chaer (2004 :151) sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Namun, perlu diperhatikan karena sikap itu bisa positif dan bisa negatif. Maka sikap terhadap bahasa pun demikian.
B.     Macam- macam Sikap
Anderson (1974 : 37) dalam Chaer (2004 : 151) membagi sikap atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan dan (2) sikap nonkebahasaan seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap ini dapat menyangkut keyakian atau kognisi mengenai bahasa.
C.    Faktor- faktor yang Membentuk Sikap Seseorang.
Sikap seseorang terbentuk oleh faktor- faktor yang datang dari luar (faktor eksternal) dan juga oleh faktor- faktor yang datang dari dalam (faktor internal). Faktor- faktor internal itu diantaranya : pengalaman pribadi, daya pilah, daya seleksi, hasil pendidikan keluarga; sedangkan faktor- faktor eksternal: lembaga pendidikan formal, orang lain yang dianggap sangat berpengaruh, kontak dengan budaya lain, media massa, lapangan pekerjaan (Sumarsono, 2002   :362).
Walker (1988 : 3) dalam (Sumarsono, 2002 : 365) menyatakan tekanan- tekanan sosiolinguistiksuatu masyarakat bahasa merupakan faktor- faktor yang membentu  sikap bahasa. Apa yang dimaksud dengan tekanan sosiolinguistik disitu sebenarnya sama dengan faktor- faktor.  Dalam masyarakat multilingual sikap bahasa seseorang ditentukan oleh beberapa faktor. Diantaranya ialah topik pembicaraan (pokok masalah yang dibicarakan), kelas sosial masyarakat pemakai, kelompok umur, jenis kelamin, dan situasi pemakaian. 

D.    Hubungan Sikap dengan Perbuatan
Betapapun terdapat hubungan antara sikap dengan perbuatan, namun hubungan keduanya tidak bersifat langsung secara sistematis. Maksudnya, suatu bentuk perilaku tertentu dalam kaitannya dengan suatu obyek pastilah mencerminkan suatu sikap tertentu, tetapi perilaku itu tidak selalu dapat dijadikan indikator sikap sesungguhnya (Azwar, 1988 : 12) dalam (Sumarsono, 2002 : 359). Sikap sebagai faktor yang mempengaruhi atau menentukan perbuatan mungkin merupakan salah satu faktor saja dan belum tentu merupakan faktor yang dominan (Halim, 1983 : 139) dalam (Sumarsono, 2002  : 359).

E.     Ciri Sikap Bahasa
§   Ciri-ciri sikap positif
Gravin dan Mathiot (1968) dalam Chaer (2004 :152) mengemukakan tiga ciri sikap bahasa yaitu :
1.         kesetiaan bahasa (language royalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain;
2.         kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat;
3.         kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun, dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (langue use).

§   Ciri- ciri Sikap Negatif
    Apabila ciri- ciri sikap positif tersebut sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri orang atau sekelompok orang itu. Faktor yang bisa menyebabkan hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri dan menumbuhkan pada bahasa lain, antara lain faktor politik, ras, etnis, gengsi dan sebagainya.

F.     Cara Mengubah Sikap Negatif Menjadi Sikap Bahasa yang Positif
Halim (1878 : 7) dalam Chaer (2004 :153) berpendapat bahwa jalan yang harus ditempuh untuk mengubah sikap negatif itu menjadi sikap bahasa yang positif adalah dengan pendidikan bahasa yang dilaksanakan atas dasar pembinaan kaidah dan norma bahasa, disamping norma- norma sosial dan budaya yang ada di dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Namun, keberhasilan tersebut bergantung pada motivasi belajar siswa yang banyak ditentukan oleh sikap siswa terhadap bahasa yang sedang dipelajarinya.
Menurut Lambert (1967) dalam Chaer (2004 : 153) motivasi belajar ini mungkin berorientasi pada perbaikan nasib yang disebutnya orientasi instrumental dan mungkin juga berorientasi pada keingintahuan terhadap kebudayaan masyarakat yang bahasanya dipelajari, yang disebut orientasi integratif. Orientasi instrumental banyak terjadi pada bahasa- bahasa yang jangkauan pemakaiannya luas, banyak dibutuhkan, dan menjanjikan nilai ekonomi tinggi seperti bahasa Inggris, bahasa Francis, dan bahasa Jepang. Sedangkan orientasi integratif banyak terjadi pada bahasa- bahasa dari suatu masyarakat yang mempunyai kebudayaan tinggi, tetapi bahasanya hanya digunakan sebagai alat komunikasi terbatas pada kelompok etnik tertentu.


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta : Rineka Cipta.
Sumarsono dan Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta : SABDA.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar